Assalamu’alaikum wr wb,

Pengasuh Tanya Jawab Pesantren Virtual yth, Perkenankan saya mengajukan pertanyaan sbb: Seorang student yang belum pernah melaksanakan ibadah haji bernadzar jika dia lulus dia akan melaksanakan ibadah haji. Sebelum dia lulus, semua persyaratan ibadah haji teleh terpunuhi maka dia berniat melaksnakan haji walaupun belum lulus. 1. Cukupkah sekali haji (sebelum lulus)itu dianggap sebagai melunasi nadzar, sehingga ketika dia lulus, tidak perlu lagi pergi haji. 2. Jika tidak cukup, artinya nadzar harus dipenuhi ketika dia lulus, dengan pertimbangan kemungkinan tidak mampu menyediakan biaya haji dua kali, apakah sebaiknya pelaksanaan ibadah haji itu ditunda sampai dia lulus? Demikian, terima kasih atas perhatian pengasuh,

Wassalam,

Muhamad Fakih England

Wa’alaikumussalam wr. wb. Ada dua hal berkenaan dengan masalah di atas yang ingin saya sampaikan:

1. Nadzar adalah menyanggupkan diri untuk melakukan amal ibadah atau suatu kebaikan yang pada mestinya tidak wajib ia lakukan. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa nadzar melakukan kewajiban hukumnya tidak sah, seperti nadzar melaksanakan salat lima waktu, atau nadzar melaksanakan puasa Ramadhan. Kemungkinan lain yang minoritas, seperti dikutip oleh Ibnu Quddamah, menyatakan berpengaruhnya nadzar melakukan kewajiban terhadap keharusan membayar kaffarah apabila ditinggalkan. Namun pendapat pertamalah yang lazim dipegang dalam fikih-fikih yang ada, yakni tidak sahnya nadzar melaksanakan ibadah atau amal wajib.

2. Bentuk ucapan nadzar terbagi dalam dua kategori. Pertama mutlak dan kedua muqayad [disandarkan pada syarat tertentu]. Contoh mutlak: Saya bernadzar melaksanakan puasa pada esok hari, dan contoh muqayyad: Jika saya lulus ujian maka saya akan melaksanakan puasa. Pada bentuk yang pertama, kewajiban melaksanakan sesuatu yang ia sanggupi [yang ia nadzarkan] terhitung sejak diucapkannya lafadz nadzar, dan itu harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk lafadz yang ia ucapkan. Dalam contoh di atas, ia harus melaksanakan puasa esok hari itu juga, sebagaimana bunyi nadzarnya. Dan jika tidak ada petunjuk waktu pelaksanaannya, seperti nadzar melaksanakan puasa [tanpa penentuan waktunya], maka ia bebas melaksanakannya kapan saja, dan tidak wajib melaksanakannya pada saat itu juga. Akan tetapi, yang lebih baik adalah melaksanakan sesegera mungkin.

Adapun bentuk kedua [muqayyad], kewajiban melaksanakan nadzar terhitung sejak terwujudnya syarat. Dan mengenai waktu pelaksanaannya, maka hal itu sesuai dengan petunjuk lafadz nadzarnya. Dalam contoh di atas, kewajiban puasa terhitung sejak kelulusannya. Dan mengenai kapan pelaksanaannya diserahkan kepada orang tersebut, selama dalam lafadznya tidak ada keterangan mengenai waktunya. Akan tetapi, sebagaimana bentuk pertama, sebaiknya ia melaksanakannya sesegera mungkin.

Melalui dua penjelasan ini, bisa disimpulkan dalam kasus yang Bapak sampaikan sbb.

1. Jika pelajar tsb. belum melaksanakan haji pada saat ia lulus, maka nadzarnya tidak sah, karena ini berarti ia nadzar melaksanakan sesuatu yang pada asal mulanya memang telah wajib baginya. Jika pelajar tersebut telah melaksanakan haji sebelum kelulusan, maka ia harus melaksanakan haji kembali untuk memenuhi nadzarnya. Karena haji yang kedua adalah kesunahan, dan ia telah menyanggupinya melalui nadzar yang ia ucapkan. Akan tetapi tidak harus ia laksanakan seketika tahun itu juga. Nadzar tsb hanya berkonsekuensi terbebaninya pelajar tsb dengan kewajiban haji, bukan melaksanakannya sesegera mungkin. Jadi, kalau pada tahun ini ia melasakan haji, maka setelah kelulusannya nanti ia harus melaksanakan haji lagi [haji nadzar]. Namun haji ini tidak harus dilaksanakan tahun itu juga, akan tetapi dalap ia laksanakan beberapa tahun kemudian setelah kepulangannya ke tanah air nanti. Sementara jika ia tidak melaksanakan haji sebelum kelulusan, maka nadzarnya tidak sah, karena haji baginya adalah kewajiban walau tanpa nadzar sekalipun.

2. Kalau ia tidak melaksanakan haji sebelum kelulusan, maka sebaiknya ia segera melaksanakannya setelah kelulusan, dan memperbanyak sedekah kepada fakir miskin atau lainnya sebagai bentuk rasa terimakasih kepada Allah swt yang telah berkenan memberi kelulusan. Nadzar pada satu sisi adalah manifestasi rasa terimakasih kepada Allah swt. walau sebaiknya rasa terimakasih ini tidak ia sanggupi melalui nadzar, akan tetapi dengan spontanitas.

Demikian, semoga membantu.

Abdul Ghofur Maimoen