Ana mau nanyak ustad, Ana mau mengkhitbah seorang akhwat yang sebelumnya telah mengenal seorang ikhwan yang juga rencana akan mengkhitbah akhwat tersebut. Tanya Jawab (424) Dilarang Khitbah Wanita yang Telah di-Khitbah —– Tanya —– Assalammua\’laikum, Wr. Wb Afwan, Ana mau nanyak ustad, Ana mau mengkhitbah seorang akhwat yang sebelumnya telah mengenal seorang ikhwan yang juga rencana akan mengkhitbah akhwat tersebut. Yang mana ikأ‡wan tersebut sudah berjanji kepada akhwat, untuk melaksanakan khitbat dalam tahun ini. Karena ikhwan tersebut tinggal di pulau jawa. dan butأڑh biaya untuk itu, jadi ustad apakah boleh ana mengkhitbah akhwat tersebut yang sebelumnya sudah ada perjanjian diantara mereka berdua, tetapi diantara mereka belum terjadi khitbah. Kemudian ustad pertanyaan yang kedua, apakah boleh akhwat tersebut membatalkan perjanjian tersebut dan apakah tidak berdosa kalau perjanjian itu dibatalkan. Saya mohon kepada ustad untuk segera menjawab pertanyaan tersebut diatas, karena saya membutuhkan jawabannya segera. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih, jazakallahukhairan Wassalam. Surya D. Jawab : Saudara Surya yang baik, Dalam salah satu hadits, Rasulullah s.a.w. bersabda: \”Janganlah sebagian kalian membeli pembelian sebagian yang lain dan janganlah mengkhitbah perempuan yang telah dikhitbah orang lain\” (H.R. Muslim dll). Para ulama menegaskan bahwa mengkhithbah seorang gadis yang telah dikhithbah oleh orang lain hukumnya haram. Cerita yang anda sampaikan belum seperti dalam hadits, yakni belum secara resmi dikhithbah. Sebenarnya dari sini tidak ada larangan. Namun, secara moral, hal ini kurang bisa dibenarkan. Sebab, seperti yang telah anda sampaikan, ada laki-laki lain yang telah mengikat janji untuk mengkhithbahnya. Sehingga, anda akan menyakiti hati laki-laki itu jika anda melakukan khithbah. Disini letaknya bahwa Islam adalah agama yang menjunjung moral. Berkenaan dengan soal kedua, tidak masalah jika laki-laki yang mengikat janji untuk mengkhithbah seorang perempuan lalu membatalkannya. Pembatalan itu hendaknya sesuai dengan alasan yang syar\’i, sebagaimana sebelumnya merencanakan untuk mengkhithbah dengan alasan syar\’i pula. Alasan syar\’i ini sangat perlu agar orang-orang tidak terjebak kepada perbuatan main-main dalam persoalan mengkhithbah, menikah hingga perceraian. Selain itu, alasan syar\’i ini, sejatinya, berhubungan dengan moral tadi. Tentu jika asal-asalan memutuskan janji yang telah disampaikan sebelumnya akan membuat keluarga si perempuan akan merasa tidak dihargai dan lain sebagainya. Ini yang sebenarnya dibenci oleh Islam. Demikian, semoga membantu. Dan jangan lupa meminta petunjuk dan bimbingan dari Allah swt. Wassalam, M. Luthfi Thomafi