Tanya:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya punya beberapa pertanyaan :
1. Bagaimanakah prakteknya, misalnya kita salat jama' ta'khir-qashar Maghrib dengan Isya' apakah harus berurutan: Maghrib dulu baru Isya', atau sebaliknya?
2. Air dua kulah itu menurut ukuran kita di Indonesia berapa, apa betul 60x60x60 cm2?
3. Bagaimanakah menghilangkan perasaan ragu dalam diri, soalnya saya saat ini sedang mengalami penyakit ini. Misal pada waktu takbiratulihram dalam awal salat Isya' munfarid (sendirian) saya niat 4 reka'at, tapi seolah-olah saya niat 2 atau 3 reka'at berjama'ah.Dan masih banyak lagi hal lainnya.
4. Misalnya kita tinggal di luar negri yang mayoritas penduduknya non muslim, bagaimana kita meyakinkan diri kita bahwa makanan yang kita konsumsi itu halal?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Fahmi Rosyad – Semarang
Jawab:
1. Praktek salat jama' taqdiim dan tak-khiir bisa Anda lihat dalam Fiqih Keseharian(31). Hanya yang perlu kami tandaskan di sini, untuk jamak tak-khiir, kita tidak diharuskan melakukannya secara tertib.
Misalnya kita mau melakukan jama' tak-khiir Maghrib dan Isyak, maka bisa saja kita melakukan Isyak lebih dulu sebelum Maghrib. Tapi perlu diingat, Maghrib tidak bisa di-qasar. Jadi kalau ingin jama' qasar, maka Isyak saja yang diqasar. Maghribnya tetap lengkap 3 reka'at.
Lain dengan jama' taqdiim, kita diharuskan melakukan secara tertib (berurutan). Misalnya antara menjama' taqdiim Dzuhur dan Ashar, maka Dzuhurnya dikerjakan lebih dulu sebelum Ashar.
2. Air 2 kulah kalau dihitung dengan satuan liter, ada tiga pendapat:
(a) menurut al-Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580 liter (55,9 cm kubik = 55,9 cm x 55,9 cm x 55,9 cm).
(b) menurut al-Rafi'i, sama dengan 176,245 liter (56,1 cm kubik = 56,1 cm x 56,1 cm x 56,1 cm).
(c) menurut al-Bagdadi, sama dengan 245,325 liter (62,4 cm kubik = 62,4 cm x 62,4 cm x 62,4 cm).
Selengkapnya bisa dilihat di "Tanya Jawab(18) Ukuran air minimal untuk bersci dalam liter" di website PV.
3. Menghilangkan rasa ragu, selain dengan doa (senantiasa mengharap agar rasa was-was kita dihilangkan Allah), kita bisa memakai terapi begini:
a. Kita mengupayakan agar setiap langkah kita adalah hasil pemikiran, hingga kita meyakini apa yang kita perbuat dalam langkah-langkah tsb adalah benar. Yang dimaksud langkah di sini bukan hanya langkah-langkah lahir yang tampak oleh mata, tapi juga langkah batin/pikiran/renungan. Setiap gerakan batin/pikiran/renungan juga haru kita yakini benar adanya.
Singkatnya, semua gerakan/langkah baik batin dan lahir adalah bertujuan dan bermanfaat. Biasanya, kalau kita sudah merasa benar maka kita akan selalu mantap dan percaya diri.
b. Untuk itu kita harus berlatih terus-menerus utk mengaktifkan pikiran kita. Jangan biarkan pikiran kita menganggur, kosong tanpa kegiatan apa-apa. Pikiran kosong akan mudah terisi oleh kesedihan dan sesuatu yang negatif.
Jika keadaan seperti ini mengisi sebagian besar perjalanan hidup kita maka kita akan tumbuh menjadi generasi yang tak cerdas, peragu, kurang percaya diri, dan semacamnya. Termasuk efek sampingnya adalah refleksi gerakan yang penuh dengan was-was tsb.
Jadi, misalnya saja kita mau salat, saat hendak takbiratul ihram, maka kita setidaknya beberapa menit sebelumnya sampai detik-detik kita hendak mengangkat tangan, kita harus memikirkan (merenungkan) apa yang akan kita perbuat, yakni salat.
Kita harus sesadar-sadarnya bahwa salat adalah bentuk komunikasi aktif kita dengan Tuhan, Dzat yang menciptakan kita. Tuhan bersama kita di mana saja kita berada, khususnya saat-saat salat spt itu.
Jika keadaan ragu-ragu muncul juga dalam salat, misalnya kita sedang salat Ashar, pada rekaat yang kita ragukan apakah ia rekaat terakhir atau ke-3, maka kita harus menambah satu rekaat lagi untuk memantapkan bahwa salat Ashar tersebut genap 4 rekaat, dan sebelum salam kita bersujud sahwi (sujud karena lupa) 2 sujudan (seperti sujud-sujud biasa).
Dalam sujud tersebut kita membaca "subhaanalladzii laa yanuumu wa laa yashu" (Maha Suci Dzat yang tak pernah tidur dan tak pernah lupa).
4. Pertanyaan Anda yang terakhir, kami kira sudah terjawab pada "Tanya Jawab(26) Makan Makanannya Ahli Kitab"[27 di web site, Red..] dan "Tanya Jawab(40) Daging Tak Berlebel Halal, Haramkah?" di website. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Arif Hidayat & Uus Rasyadi