Market share bank syariah di Indonesia saat ini, relatif masih kecil, masih 1,6 %. dari total asset bank secara nasional (Data BI Februari 2007). Menurut Siti Fajriyah, salah seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia, jumlah nasabah Bank syariah saat ini, baru sekitar 2 juta orang. Padahal jumlah umat Islam potensial untuk menjadi customer bank syariah lebih dari 100 juta orang. Dengan demikian, mayoritas umat Islam belum berhubungan dengan bank syariah.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum berhubungan dengan bank-syariah, antara lain Pertama, Tingkat pemahaman dan pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rendah. Masih banyak yang belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menggangapnya sama saja dengan bank konvensional, Bahkan sebagian ustaz yang tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro;moneter) masih berpandangan miring tentang bank syariah. Kedua, Belum ada gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikan bank syariah. Ketiga, Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syari’ah. Keempat, Peran pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima, Peran ulama, ustaz dan dai’ masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras mendakwahlan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademisi yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam, para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan Tinggi Islam belum optimal. Ketujuh, peran ormas Islam juga belum optimal membantu dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang berhubungan dengan bank konvensional. Kedelapan, dan ini yang paling utama, Bank Indonesia dan bank-bank syariah belum menemukan strategi jitu dan ampuh dalam memasarkan bank syariah kepada masyakat luas
Alhamdulillah, stretegi jitu dan sangat ampuh tersebut telah lama kita temukan dan telah lama terbukti dengan ampuh menggiring dan menyadarkan umat untuk menabung, mendepsitokan uangnya di bank syariah serta bertransaksi perbankan dengan bank syuariah. Strategi ini akan mampu menyadarkan umat tentang kejahatan sistem ribawi dan keunggulan bank Islam yang pada gilirannya mendorong mereka datang berduyun-duyun ke bank-bank Syariah sembari meninggaalkan bank konvensional. Apabila umat datang berduyun-duyun ke bank syari’ah, maka bank-bank syari’ah akan mengalami antrian panjang nasabah. Tetapi kenyataannya hari ini, banyak wanita berjilbab dan para ibu-ibu haji yang masih menabung di bank konvensional ribawi. Masalah utamanya adalah mereka belum mendapat pencerahan dan pencerdasan dari para pakar ekonomi Islam atau ulama yang ahli ekonomi Islam. Mereka tidak tahu ilmu ekonomi Islam dan rasionalitasnya melarang bunga bank.
Untuk itu perlu strategi jitu memasarkan bank syariah kepada masyarakat. Pola dan sistem pemasaran bank syariah selama ini masih belum tepat dan perlu perubahan-perubahan mendasar. Sistem dan strategi pemasaran bank syariah selama ini belum bisa membuahkan pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan (quantum growing) yang memuaskan. Karena itu tidak aneh jika market share bank syariah masih berkisar di angka 1,5 %. Padahal bank syariah telah berkembang pesat sejak tahun 2000. Bahkan Bank Muamalat telah berkembang sejak tahun 1992.
Oleh karena para praktisi bukan berasal dari latar belakang ulama/da’i, maka mereka masih banyak yang tidak memahami psikologi dakwah ekonomi syari’ah.
Bayangkan, di Indonesia misalnya jumlah mesjid mencapai 1 juta buah, lebih banyak dari jumlah desa yang ada di Indonesia. Belum lagi mushalla dan jumlah majlis ta’lim. Jika semua ustaz yang berkhutbah mengkampanyekan bank syariah secara haqqul yakin, rasional dan spiritual, maka bisa dipastikan lebih seratus juta ummat akan hijrah ke bank syariah. Jika setiap mesjid diisi 100 orang jamaah, maka 100 juta ummat akan menjadi lahan potensial untuk bank syariah. Tetapi Bank Indoensia dan bank-bank syariah belum menyadari potensi ini.
Karena itu saya berulang kali mendesak semua pihak untuk menyadarkan para ustad dan mengisi atau membekali mereka dengan ilmu ekonomi makro dan ilmu moneter serta keunggulan-keunggnan ekonomi dan bank syariah. Juga menjelaskan bagaimana dampak buruk bunga bagi perekonomian dunia dan Indonesia. Meskipun ada seminar, tulisan dan berbagai penjelasan, namun semua itu belum optimal dan belum tajam mendoktrin umat secara rasional dan ilmiah tentang keunggulan bank syariah dan kezaliman bank konvensional.
Materi ceramah ulama DSN atau DPS masih banyak yang bersifat emosional keagamaan. Artinya mengajak umat berbank syariah, karena label syariah dan prinsip syariah, yang kadang-kadang letak syariahnya tidak begitu kelihatan. Yang lebih kita utamakan adalah pendekatan rasional obyektif, bahwa bank syariah tersebut betul-betul unggul dan menciptakan kemaslahatan umat manusia. Sebaliknya sistem riba telah menimbulkan kerusakan ekonomi dunia dan masyarakat.
Kita telah melakukan upaya brainwashing para ulama/ustaz dan hasilnya alhamdulilah dalam waktu bebarapa bulan jamaah dan umat datang berduyun-duyun ke bank syariah yang menimbulkan antrian panjang di bank syariah, sehingga sebuah kantor kas saja bisa menjadi terbaik se-Indonesia. Bukti empiris ini telah diuji di berapa kota, seperti Medan dan Binjei. Para ulama di sebuah kota ditraining dalam bentuk workshop lalu diminta untuk mendakwahkan keunggulan bank syariah dan dengan penuh keyakinan yang mendalam mereka menyampaikan keharaman bunga bank konvensikonal secara rasional, bukan emosional. Jika jamaah setiap mesjid 500 orang dan ustaz yang mendakwahkan ada 200 orang. Maka sasaran potensial nasabah bank syariah ada 100 ribu orang. Belum lagi dihitung setiap ustaz memiliki ribuan jamaah pengajian, dikali jumlah uztaz yang ribuan juga jumlahnya. Jika potensi ini digerakkan, maka bank-bank syariah akan tumbuh spektakuler dan dalam waktu singkat bisa menguasai pasar perbankan nasional.
Sekarang masih ada ustaz yang meragukan keharaman bunga, karena ilmunya masih terbatas dalam ekonomi Islam. Jangankan mengecap pendidikan S3 dan S2 di bidang ekonomi Islam, malah sama sekali belum pernah belajar ilmu ekonomi makro, mikro, moneter dan akuntansi. Mereka belum pernah ditraining dengan modul khusus yang telah disiapkan untuk membrainwashing para ustaz/ulama.
Untuk itu kita harus menciptakan ustaz/dai/ulama bank syariah yang memiliki ilmu yang memadai untuk mendakwahkan bank syariah. Mereka tidak saja bertekad untuk mengajak umat ke bank syariah, tetapi malah dipastikan membenci seluruh sistem bunga sebagaimaa mereka membenci kemaksiatan yang ada di bumi ini. Hal itu bisa terwujud setelah mereka mendapat training jitu dan intensif. Mereka selama ini masih berhubungan dengan sistem bunga karena belum memahami ilmu ekonomi moneter Islam, 15 keunggulan bank syariah, perbedaan bunga dan margin murabahah, bahkan ada yang belum bisa membedakan bunga dan bagi hasil.
Workshop dan training ulama tetang bank Islam harus terus-menerus dilakukan, agar mereka cerdas dalam ilmu ekonomi dan mampu menyampaikan dakwah ekonomi syariah kepada umat. Selaian itu, penyebaran buletin tentang ekonomi dan bank syariah harus digalakkan dan disebarkan di mesjid-mesjid agar kebodohan umat tentang ekonomi Islam bisa di atasi secara bertahap. Dengan gerakan ini, Insya Allah market share bank syari’ah, akan meningkat secara signifikan.
(Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah U, Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Universitas PARAMADINA dan Universitas Islam Negeri Jakarta).