——-
Tanya:
——-
Mohon penjelasan Bapak apa yang dimaksud duduk istirahat pada "shalat tasbih". Apakah betul "duduk istirahat" dilakukan pada rakaat pertama dan ke-tiga setelah sujud ke-dua dan kita hanya membaca tasbih 10X. Rincian Bapak sangat saya harapkan.
——-
Jawab:
——-
Hadits 'shalat Tasbih' diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majjah, Ibnu Khuzaymah dalam Shahihnya, dan juga oleh Attabaraany. Hadits tsb diriwayatkan dari beberapa sahabat Nabi dengan bermacam-macam sanad, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar. Di antaranya adalah hadits dengan penggalan sbb: "Apabila kamu mampu melaksanakannya setiap hari, maka laksanakanlah, kemudian apabila tidak mampu, maka dalam setiap Jumat sekali, kemudain apabila tidak [dapat] mengerjakannya, maka setiap tahun sekali, kemudian apabila tidak [dapat] mengerjakannya, maka seumur sekali".
Imam Nawawi dalam bukunya, "Al-Adzkaar", menjelaskan, bahwa Imam Turmudzi mengatakan: "Telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW tidak hanya satu hadits mengenai shalat Tasbih, namun tidak ada di antaranya yang cukup shahih". Imam Nawawi melanjutkan: "Sekelompok otoritas kita [ulama Syafi'iyah] menegaskan kesunnatan melaksanakan shalat Tasbih" Mengenai pertentangan informasi-informasi tsb, dapat dijelaskan bahwa tidak ada larangan melaksanakan shalat Tasbih walaupun sandaran haditsnya lemah [dha'if], karena hadits-hadits yang lemah dapat diterima dalam fadhaail al-a'maal [amalan amalan ibadah yang utama], sebagaimana disampaikan oleh banyak ulama. Selain itu, shalat tasbih termasuk jenisnya shalat, dimana ia mengandung dzikir kepada Allaah, dan ini secara umum dapat diterima. Juga, ia tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.
Adapun caranya sbb: Shalat tasbih dilaksanakan dengan empat raka'at, baik dikerjakan dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at sekaligus dengan satu niat. Dalam setiap raka'at, mushally [orang yang mengerjakan shalat] membaca Faatihah dan surat, setelah selesai membaca surat dan sebelum rukأ»', ia membaca tasbih sebanyak lima belas kali, dan dalam rukأ»' ia membacanya sepuluh kali, dalam i'tidaal ia mebacanya sepuluh kali, dalam sujأ»d ia membacanya sepuluh kali, dalam duduk antara dua sujأ»d ia membacanya sepuluh kali, dalam sujud kedua ia membacanya sepuluh kali, dan setelah sujud kedua [sebelum berdiri] ia juga membacanya sepuluh kali. Jumlah keseluruhan tasbih dalam satu rakaat adalah tujuh puluh lima kali.
Mengenai lafadz tasbih, tidak ada bacaan tertentu yang baku. Seseorang dapat membaca dzikir sbb: "Subhaanallaah wal-hamdulillaah wa laa ilaah-a illallaah-u wallaah-u akbar". Juga ia tidak mempunyai waktu tertentu. Namun sebaiknya tidak dilaksanakan dalam waktu-waktu makruhat [waktu larangan menjalankan shalat], seperti waktu sehabis menjalankan shalat shubh hingga terbitnya matahari, dan setelah terbitnya matahari hingga kira-kira duapuluh menit, dan setelah mengerjakan shalat 'Ashr hingga terbenamnya matahari. Jadi benar, setelah sujud kedua dan sebelum berdiri [istirahat], mushally membaca tasbih sepuluh kali. Demikian sebagaimana difatwakan oleh Syaikh 'Athiyah Shaqr, ulamat terkenal Mesir.
Abdul Ghofur Maimoen