——- Tanya ——- Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya mempunyai seorang kakak berumur 41 tahun. Dia akhir-akhir ini baru kembali menjalankan ibadah sholat lima waktu setelah vakum beberapa tahun. Saya baru mengetahui bahwa kakak saya tidak hafal bacaan-bacaan/doa dalam sholat termasuk juga surat-surat pendek yang biasa dibaca dalam sholat. Surat Al Fatihah hanyalah satu-satunya surat yang dapat dia baca. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana hukumnya seseorang yang tidak dapat menghafal bacaan sholat, mengingat usia dia yang sudah sulit untuk menghafal tetapi dia punya niat untuk beribadah. Mohon penjelasannya. Terima kasih, Vanda ——– Jawab: ——– Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Vanda yang baik, Saya berpraduga besar, bahwa selain surat al-Fatihah, Kakak saudari juga bisa melafadzkan Takbir, "Allأ¢hu Akbar", untuk memulai salat. Kalau tidak bisa, sebaiknya segera berusaha menghafalnya. Toh ini tidak susah, hanya Allأ¢hu Akbar, kalimat yang pendek sekali. Kalau tidak mampu juga, dan ini kayaknya tidak mungkin, maka dalam memulai salat, kakak Saudari melafadzkan terjemahannya: "Allah Maha Besar". Demikian sebagaimana dijelaskan oleh beberapa buku fikih tuntunan salat, yakni jika tidak mampu mengucapakan takbir, seseorang dapat menterjemahkannya ke dalam bahasa yang ia fahami. Setelah itu, baru membaca Fatihah. Sebagaimana penuturan Saudari, Kakak Saudari telah mampu menghafal surat Fatihah. Jadi tidak ada kendala, Al-HamdulilLah. Akan tetapi jika ternyata ia tidak atau belum mampu menghafalnya, maka ia harus membaca dzikir apa saja, sekira sama dengan jumlah kalimat-kalimat Fatihah. Ia misalnya dapat menggantinya dengan "Lأ¢ ilأ¢ha illalLأ¢h, Muhammadur RasululLأ¢h, SubhanalLأ¢h wal-HamdulilLأ¢h, Lأ¢ ilأ¢ha illalLأ¢hu Akbar", atau dzikir-dzikir lainnya. Pendekanya, jika seseorang tidak mampu membaca Fatihah, ia harus menggantinya dengan bacaan-bacaan dzikir yang ia bisa. Dan selama mampu menggantinya dengan dzikir-dzikir yang berbeda, maka ini harus dilakukan, dan kalau tidak mampu, maka ia cukup mengulang-ulang dzikir yang ia bisa, sekira menyamai kalimat-kalimat Fatihah. Dan kalau tidak mampu membaca Fatihah dan juga tak mampu membaca dzikir lainnya, ia cukup diam sambil berdoa dengan kadar panjangnya bacaan Fatihah. Khusus untuk Fatihah, ia tidak dapat menerjemahkannya, karena ia adalah ayat-ayat al-Quran. Untuk ruku', i'tidal, sujud, duduk antara dua sujud, dan tahiyat pertama, Kakak Saudari dapat membaca apa saja, atau diam saja sebentar atau agak panjang -sesuai dengan kebiasaan rukun2 tsb.- sambil berdoa dalam hati. Tak perlu menterjemah doa-doa yang ada, karena doa-doa atau dzikir-dzikir dalam rukun-rukun ini adalah sunnah, bukan wajib. Dan pada tahiyat terakhir, jika Kakak Saudari tidak hafal doa tahiyat dan doa shalawat sesudah doa tahiyat, maka ia harus membaca terjemahannya. Tak perlu menghafalnya, bisa dicatat kemudian dibaca pada waktu tahiyat. Kalau tak bisa membaca terjemahannya, karena ada halangan tertentu, maka cukup diam saja sambil berdoa dengan kadar seperti membaca tahiyat. Setelah selesai tahiyat, Kakak Saudari lalu mengucapkan salam, atau kalau tidak mampu dapat mengganti dengan terjemahannya: "Semoga salam, rahmat dan barakah Allah menyertai kalian semua". Berikut terjemahan Tahiyat: Segala kehormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan menyertai engakau wahai Nabi, dan juga rahmat Allah dan barakahnya. Semoga keselamatan menyertai kami dan sekalian hamba-hamba Allah yang saleh. Saya bersaksi sesungguhnya tiada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Wahai Allah, limpahkanlah solawat kepada junjungan kita, Muhammad, dan juga kepada keluarga Muhammad. Cukup membaca terjemahan sampai di sini, karena kalimat-kalimat tahiyat sesudahnya hanya merupakan penyempurna saja, sehingga tak perlu diterjemahkan. Demikian, semoga membantu. Semoga Allah menyertai keluarga Saudari, dan memberi hidayahnya kepada semua. Abdul Ghofur Maimoen.